PEMAKAIANNYA BAHASA DENGAN BAIK DAN
BENAR
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA
KULIAH
BAHASA INDONESIA
DOSEN PENGAMPU, DRS. SUPRATNA. M.MPd
DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
MOHAMMAD AMIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL – MUHAMMAD CEPU
BAB 1
PEMAKAIANNYA BAHASA DENGAN BAIK DAN BENAR
Istilah
bahasa baku
telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan istilah tidak
menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan makna istilah
bahasa baku
itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat berpendapat
bahasa baku sama
dengan bahasa yang baik dan benar. “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita
harus berbahasa yang baku.
Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa
yang baku”.
(Pateda, 1997 : 30).
Slogan “pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan
benar”,tampaknya
mudah diucapkan, namun maknanya tidak jelas.
Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku. Demikian juga, masih ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya buatan pemerintah agar bangsa ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa.“Manakah ada bahasa baku, khususnya bahasa Indonesia baku? “Manalah ada bahasa Indonesia lisan baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang yang mampu menggunakan bahasa baku itu, sebab mereka berasal dari daerah”. Atau mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa daerahnya jika mereka berbahasa Indonesia secara lisan.
Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku. Demikian juga, masih ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya buatan pemerintah agar bangsa ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa.“Manakah ada bahasa baku, khususnya bahasa Indonesia baku? “Manalah ada bahasa Indonesia lisan baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang yang mampu menggunakan bahasa baku itu, sebab mereka berasal dari daerah”. Atau mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa daerahnya jika mereka berbahasa Indonesia secara lisan.
Dengan gambaran kondisi yang demikian itu, di dalam bab
ini dibahas tentang pengertian bahasa baku,
pengertian bahasa nonbaku, pengertian bahasa Indonesia
baku, fungsi pemakaian bahasa baku
dan bahasa non baku.
Terakhir dibahas tentang ciri-ciri bahasa baku
dan bahasa non baku, serta berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
1.
Pengertian Bahasa Baku
Di
dalam pengantar dikemukakan bahwa masih banyak orang yang menyamakan pengertian
bahasa baku
dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang dipergunakan di dalam situasi
tidak resmipun dianggap sebagai bahasa baku.
Makna baku tampaknya tidak
dipahami secara benar, apalagi makna bahasa baku. Hal ini disebabkan oleh keengganan
orang mencari makna istilah baku dan bahasa baku itu di dalam kamus Umum atau
Kamus Istilah Linguistik, baik dari bahasa Indonesia maupun dari bahasa Asing,
terutama dalam bahasa Inggris.
Di
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta menuliskan:
Baku I Jawa, (1) yang menjadi pokok, yang sebenarnya; (2)
sesuatu yang dipakai sebagai dasar ukuran (nilai, harga; standar).Baku
II saling (1976 : 79).
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1988 : 71), kata baku juga ada dijelaskan.Baku I (1)
pokok, utama; (2) tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas atau kualitas
dan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan; standar;Baku II saling Di
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Badudu dan Zain menjelaskan
makna kata baku.
Baku I (Jawa)
yang menjadi pokok; (2) yang utama; standar.Baku II (Manado),
saling (1996 : 114) Baku dalam bahasa baku di dalam 3 Kamus
di atas bermakna sama
dengan
baku I.
Oleh karena itu, bahasa baku
ialah bahasa yang menjadi pokok, yang menjadi dasar ukuran, atau yang menjadi
standar. Penjelasan makna kata itu tentu saja belum cukup untuk memahami konsep
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, istilah bahasa baku itu akan dijelaskan lagi secara luas di
bawah ini.
Istilah
bahasa baku dalam
bahasa Indonesia atau standard language dalam bahasa Inggris dalam dunia
ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali diperkenalkan oleh Vilem
Mathesius pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha atau The Prague
School. Pada 1930, B. Havranek dan Vilem Mathesius merumuskan pengertian
bahasa baku
itu. Mereka berpengertian bahwa bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang
telah dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai model atau acuan
oleh masyarakat secara luas (A Standard language can tentatively be
definite as a codified form of language accepted by and serving as a
model for a large speech community) (Garvin, 1967 dalam Purba, 1996:
52).
Pengertian
bahasa baku di atas diikuti dan diacu oleh pakar
bahasa dan pengajaran bahasa baik di barat maupun di Indonesia. Di dalam Dictionary
Language and Linguistics, Hartman dan Strok berpengertian bahasa baku adalah ragam bahasa
yang secara sosial lebih digandrungi dan yang sering didasarkan bahasa
orang-orang yang berpendidikan di dalam atau di sekitar pusat kebudayaan atau
suatu masyarakat bahasa
(Standard
language is the socially favourite variaty of a langauage, often based on the speech
of educated population in and a round the cultural and or political cntre of
the speech community) (1972 : 218).
Di
dalam Sociolinguistics A Critical Survey of Theory and Application,
Dittmar
berpengertian bahwa bahasa baku
adalah ragam bahasa dari suatu masyarakat bahasa yang disahkan sebagai norma
keharusan bagi pergaulan sosial atas dasar kepentingan dari pihak-pihak dominan
di dalam masyarakat itu. Tindakan pengesahan itu dilakukan melalui pertimbangan-pertimbangan
nilai yang bermotivasi sosial politik (The standard is that speech variety of a
language community which is legitimized as a the obligatory norm form social
intercourse on the strength of the interest of dominant forces in that social.
The act of legitimized a norm is effected by means of value judgement which
have sociopolitical motivation) (1976 : 8).
Di
dalam Logman Dictionary of Applied Linguistics, Richard, Jhon dan
Heidi
berpengertian bahwa bahasa baku
adalah ragam bahasa yang berstatus tinggi di dalam suatu masyarakat atau bangsa
dan biasa didasarkan penutur asli yang berpendidikan di dalam berbicara dan menulis
(Standard variaty; standard variaty; standard dialect; standard language is the
variaty of a language which has on the speech and writing of educated native
speakers of the language) (1985 : 271).
Di
dalam Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, Yus Rusyana berpengertian
bahwa bahasa baku
atau bahasa standar adalah suatu bahasa yang dikodifikasikan, diterima, dan
dijadikan model oleh masyarakat bahasa yang lebih luas (1984 : 104). Di dalam Tatabahasa
Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah, Gorys Keraf
berpengertian bahwa bahasa baku adalah bahasa yang dianggap dan diterima
sebagai patokan umum untuk seluruh penutur bahasa itu (1991 : 8).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa baku itu adalah bentuk bahasa yang telah
dikodifikasi atau ditetapkan, diterima dan difungsikan sebagai model oleh
masyarakat secara luas. Di dalam pengertian bahasa baku itu terdapat 3 aspek yang saling
menyatu, yaitukodifikasi, keberterimaan, difungsikan sebagai model. Ketiganya
dibahas di bawah ini. Istilah kodifikasi adalah terjemahan dari “codification”
bahasa Inggris.Kodifikasi diartikan sebagai hal memberlakukan suatu kode atau
aturan kebahasaan untuk dijadikan norma di dalam berbahasa (Alwasilah, 1985 :121).
Masalah
kodifikasi berkait dengan masalah ketentuan atau ketetapan norma kebahasaan.
Norma-norma kebahasaan itu berupa pedoman tata bahasa, ejaan, kamus, lafal, dan
istilah. Kode kebahasaan sebagai norma itu dikaitkan juga dengan praanggapan bahwa
bahasa baku itu
berkeseragaman. Keseragaman kode kebahasaan diperlukan bahasa baku agar efisien, karena kaidah atau norma
jangan berubah setiap saat. Kodifikasi yang demikian diistilahkan oleh Moeliono
sebagai kodifikasi bahasa menurut struktur bahasa sebagai sebuah system komunikasi
(1975 : 2).
Kodifikasi
kebahasaan juga dikaitkan dengan masalah bahasa menurut situasi pemakai dan
pemakaian bahasa. Kodifikasi ini akan menghasilkan ragam bahasa. Perbedaan
ragam bahasa itu akan tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan tulis. Dengan
demikian kodifikasi kebahasaan bahasa baku akan
tampak dalam pemakaian bahasa baku.
Bahasa
baku atau
bahasa standar itu harus diterima atau berterima bagi masyarakat
bahasa. Penerimaan ini sebagai kelanjutan kodifikasi bahasa baku. Dengan penerimaan ini bahasa baku mempunyai kekuatan untuk mempersatukan dan
menyimbolkan masyarakat bahasa baku.
Bahasa
baku itu difungsikan
atau dipakai sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara luas.
Acuan itu dijadikan ukuran yang disepakati secara umum tentang kode bahasa dan
kode pemakaian bahasa di dalam situasi tertentu atau pemakaian bahasa tertentu.
Ketiga
aspek yang terdapat di dalam konsep bahasa baku
itu kodifikasi, keberterimaan, difungsikan atau dipakai sebagai model,
berkesatuan utuh dan saling berkait, baik dalam menentukan kode bahasa maupun
kode pemakaian bahasa baku.
Hal ini akan dirinci pada pembahasan ciri-ciri dan fungsi bahasa baku dan pemakaian bahasa baku.
2.
Pengertian Bahasa Nonbaku
Istilah
bahasa nonbaku ini terjemahan dari “nonstandard language”.
Istilah
bahasa nonstandar ini sering disinonimkan dengan istilah “ragam subbaku”,
“bahasa nonstandar”, “ragam takbaku”, bahasa tidak baku”, “ragam nonstandar”.
Richards,
Jhon, dan Heidi berpengertian bahwa bahasa nonstandard adalah bahasa yang
digunakan dalam berbicara dan menulis yang berbeda pelafalan,
tatabahasa, dan kosakata dari bahasa baku
dari suatu bahasa (nonstandard, used of speech or writing which differs
in pronunciation, grammar, or vocabulary from the standard variety of
the language) (1985 :193).
Crystal berpengertian bahwa bahasa nonbaku adalah bentuk-bentuk bahasa
yang tidak memenuhi norma baku,
yang dikelompokkan sebagai subbaku atau nonbaku (linguistic forms or dialects
which do not conform to this norm are then refered to as sub-standard or
nonstandard) (1985 : 286).
Suharianto
berpengertian bahwa bahasa nonstandar atau bahasa tidak baku adalah salah satu variasi bahasa yang
tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu dalam pemakaian
bahasa tidak resmi (1981 : 23).
Alwasilah
berpengertian bahwa bahasa tidak baku
adalah bentuk bahasa yang biasa memakai kata-kata atau ungkapan, struktur
kalimat, ejaan dan pengucapan yang tidak biasa dipakai oleh mereka yang
berpendidikan (1985 : 116).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa nonstandard adalah ragam yang
berkode bahasa yang berbeda dengan kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak
resmi.
3.
Pengertian Bahasa Indonesia Baku
dan Nonbaku
Pengertian
bahasa baku dan
bahasa nonbaku telah diuraikan pada bahagian terdahulu. Berdasarkan pengertian
itu akan dikaitkan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia baku adalah
salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya telah dikodifikasi,
diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat Indonesia
secara luas.
Bahasa
Indonesia nonbaku adalah
salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan
tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi
dipakai oleh masyarakat secara khusus.
4.
Tumbuhnya Bahasa Indonesia Baku
Ketika bahasa Indonesia diterima dan diresmikan sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara Republik Indonesia tidak ada yang meramalkan
bahwa akan tumbuh keanekaragaman dalam bahasa itu.
Demikian juga, tidak ada yang memikirkan bahwa bahasa
Indonesia itu akan mempunyai dialek dan ragam bahasa. Tidak ada yang menyangka kecuali
beberapa pakar yang memiliki wawasan sosiolinguistik bahwa “bahasa Indonesia
seragam” hanyalah merupakan semboyan kosong.
Suatu
kenyataan yang wajar bahwa dalam pertumbuhan bahasa Indonesia mempunyai variasi-variasi
bahasa seperti halnya bahasa manusia lainnya di dunia ini. Variasi-variasi
bahasa yang ada dalam bahasa Indonesia terjadi karena kehidupan pemaikanya
semakin lama semakin kompleks.
Jika semula bahasa Indonesia mempunyai bahasa tulis
seperti yang dipakai dalam buku, majalah, dan surat kabar, maka kemudian bahasa
Indonesia juga mempunyai ragam lisan, yang dipakai orang Indonesia untuk
berkomunikasi secara langsung. Bila semua bahasa Indonesia hanya dipakai untuk
keperluan resmi seperti dalam perundang-undangan, dunia pendidikan, upacara
resmi, maka kemudian bahasa Indonesia juga dipakai untuk keperluan tidak resmi
seperti yang dipakai dalam surat menyurat antara orang yang akrab, sapa-menyapa
antara orang tua dan anak-anaknya, tawar-menawar di toko, dan di pasar. Bila
pada mulanya bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai bahasa pertama,
khususnya oleh generasi muda yang tidak lagi fasih berbahasa daerah.
Memang
agak aneh kedengarannya bahasa Indonesia mempunyai dialek atau variasi bahasa.
Tetapi memang demikian adanya. Maklumlah bahasa Indonesia adalah bahasa manusia
yang wajar.
Keanekaragaman bahasa Indonesia itu tumbuh secara wajar
sebab telah terjadi diversifikasi fungsi. Bila semula bahasa Indonesia hanya
berfungsi terbatas, maka kemudian fungsi itu semakin banyak dan semakin ruwet. Tetapi,
karena bahasa Indonesia harus tetap menjadi alat komunikasi yang efisien,
timbullah proses lain yang disebut proses sentripetal berupa penataan secara
alamiah pelbagai dialek atau ragam bahasa itu sesuai dengan fungsinya yang
baru. Pembagian tugas di antara semua dialek
bahasa
Indonesia. Dengan adanya pembagian tugas itu diversifikasi fungsi bukanlah
menyebabkan kekacauan, melainkan menumbuhkan patokan atau standar yang jelas
bagi pemakai bahasa. Tumbuhnya standar ini disebut standardisasi bahasa atau
pembakuan bahasa. Dalam standardisasi ini ragam-ragam bahasa tertentu menjadi
bahasa standar atau bahasa baku, ragam bahasa lainnya menjadi bahasa nonstandar
atau bahasa tidak baku. Adanya bahasa standar atau bahasa baku dan bahasa
nonstandar atau bahasa tidak baku tidak berarti bahwa bahasa baku lebih baik
lebih benar atau lebih betul dari pada bahasa nonstandar atau bahasa tidak
baku. Bukan di situ persoalannya. Kita memakai bahasa secara baik bila kita
menggunakan bahasa standar sesuai dengan fungsinya. Demikian juga, kita
menggunakan bahasa secara salah bila kita menggunakan bahasa nonstandar untuk
fungsi bahasa standar.Oleh sebab itu, memakai bahasa baku tidak dengan
sendirinya berarti memakai bahasa yang baik dan benar karena bahasa baku tidak
sama dengan bahasa yang baik dan benar. Materi ini akan dibahas secara luas dalam
bahagian pemakaian bahasa baku dan bahasa nonbaku dengan baik dan benar.
5.
Fungsi Bahasa Indonesia Baku
Bahasa
Indonesia baku mempunyai empat fungsi, yaitu pertama, pemersatu; kedua,
penanda kepribadian; ketiga, penambah wibawa; dan keempat,
kerangka acuan.
Pertama, bahasa
Indonesia baku berfungsi pemersatu. Bahasa Indonesia
baku
mempersatukan atau memperhubungkan penutur berbagai dialek bahasa itu. Bahasa
Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa Indonesia
baku. Bahasa Indonesia baku mengikat kebhinekaan rumpun dan bahasa yang ada di
Indonesia dengan mangatasi batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia baku
merupakan wahana atau alat dan pengungkap kebudayaan nasional yang utama.
Fungsi pemersatu ini ditingkatkan melalui usaha memberlakukannya sebagai salah
satu syarat atau ciri manusia Indonesia modern.
Kedua, bahasa
Indonesia baku berfungsi sebagai penanda kepribadian.
Bahasa
Indonesia baku merupakan ciri khas yang membedakannya dengan bahasa-bahasa
lainnya. Bahasa Indonesia baku memperkuat perasaan kepribadian nasional
masyarakat bahasa Indonesia baku. Dengan bahasa Indonesia baku kita menyatakan
identitas kita. Bahasa Indonesia baku berbeda dengan bahasa Malaysia atau
bahasa Melayu di Singapura dan Brunai Darussalam. Bahasa Indonesia baku
dianggap sudah berbeda dengan bahasa Melayu Riau yang menjadi induknya.
Ketiga, bahasa
Indonesia baku berfungsi penambah wibawa. Pemilikan
bahasa
Indonesia baku akan membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi
pembawa
wibawa berkaitan dengan usaha mencapai kesederajatan
dengan
peradaban lain yang dikagumi melalui pemerolehan bahasa baku.
Di
samping itu, pemakai bahasa yang mahir berbahasa Indonesia baku
“dengan
baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain. Fungsi yang meyangkut
kewibawaan itu juga terlaksana jika bahasa Indonesia baku dapat dipautkan
dengan hasil teknologi baru dan unsur kebudayaan baru. Warga masyarakat secara
psikologis akan mengidentifikasikan bahasa Indonesia baku dengan masyarakat dan
kebudayaan modern dan maju sebagai pengganti pranata, lembaga, bangunan indah,
jalan raya yang besar. Gengsi juga melekat pada bahasa Indonesia karena ia dipergunakan
oleh masyarakat yang berpengaruh yang menambah wibawa pada setiap orang yang
mampu menggunakan bahasa Indonesia baku.
Keempat, bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai kerangka acuan.
Bahasa
Indonesia baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakainya dengan adanya
norma atau kaidah yang dikodifikasi secara jelas. Norma atau kaidah bahasa
Indonesia baku itu menjadi tolok ukur pemakaian bahasa Indonesia baku secara
benar. Oleh karena itu, penilaian pemakaian bahasa Indonesia baku dapat
dilakukan. Norma atau kaidah bahasa Indonesia baku juga menjadi acuan umum bagi
segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya yang khas,
seperti bahasa ekonomi, bahasa hukum, bahasa sastra, bahasa iklan, bahasa media
massa, surat-menyurat resmi, bentuk surat keputusan, undangan, pengumuman,
kata-kata sambutan, ceramah, dan pidato.
6.
Konteks Pemakaian Bahasa Indonesia Baku
Bahasa
Indonesia baku dipakai di dalam beberapa konteks.
Pertama, dalam komunikasi resmi, yaitu dalam
surat-menyurat resmi atau dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh
instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi.
Kedua, dalam wacana teknis, yaitu dalam
laporan resmi dan karangan ilmiah berupa makalah, skripsi, tesis, disertasi,
dan laporan hasil penelitian.
Ketiga,
pembicaraan di depan
umum, yaitu ceramah, kuliah, khotbah.
Keempat, pembicaraan dengan orang yang
dihormati, yaitu atasan dengan bawahan di dalam kantor, siswa dan guru di kelas
atau di sekolah, guru dan kepala sekolah di pertemuan-pertemuan resmi,
mahasiswa dan dosen di ruang perkuliahan.
Di
dalam konteks pertama dan kedua didukung oleh bahasa Indonesia baku tulis.
Konteks kedua dan ketiga didukung oleh bahasa Indonesia baku lisan. Di luar
konteks itu dipergunakan bahasa Indonesia nonbaku atau bahasa Indonesia
nonstandar.
7.
Ciri-Ciri Bahasa Indonesia Baku
Di
samping kesepakatan tentang fungsi-fungsi dan konteks pemakaian
bahasa
Indonesia baku ternyata ada konsekuensi yang cukup luas di antara pemakaian
bahasa Indonesia baku tentang ciri-ciri bahasa Indonesia baku yang mencakup
kegramatikal dan keleksikalannya. Ciri-ciri bahasa Indonesia baku dan bahasa
Indonesia nonbaku telah dibuat oleh para pakar bahasa dan pengajaran bahasa
Indonesia. Mereka itu antara lain Harimurti Kridalaksana, Anton M. Moeliono,
dan Suwito. Ciri-ciri bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia nonbaku itu
dibeberkan di bawah ini setelah merangkum ciri-ciri yang ditentukan atau yang
telah dibuat oleh para pakar tersebut.
Ciri-ciri
Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
·
Pelafalan
sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah
pelafalan
yang relatif bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa
daerah
atau dialek.
Misalnya,
kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / ketrampilan
·
(2)
Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai
bahagian
morfologi bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan
secara
jelas dan tetap di dalam kata.
Misalnya:
Banjir
menyerang kampung yang banyak penduduknya itu.
Kuliah
sudah berjalan dengan baik.
·
(3)
Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis
secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Sampai
dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena
semua
diangapnya penipu.
·
(4)
Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi
bahasa
Indonesia
baku ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat. Misalnya:
Bacalah
buku itu sampai
selesai!
Bagaimanakah
cara kita memperbaiki
kesalahan diri?
Bagaimanapun
kita harus menerima
perubahan ini dengan lapang dada.
·
(5)
Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia
baku dituliskan secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya:
Saya
bertemu dengan adiknya kemarin. Ia benci sekali kepada orang itu.
·
(6)
Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi
bahasa
Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan
tempatnya di dalam kalimat. Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat.
Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi. Suatu
titik-titik pertemuan harus dapat dihasilkan dalam musyawarah itu.
·
(7)
Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Saya
– anda bisa bekerja
sama di dalam pekerjaan ini.
Aku
– engkau sama-sama
berkepentingan tentang problem itu.
Saya
– Saudara memang
harus bisa berpengertian yang sama.
·
(8)
Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai
bahagian
kalimat bahasa Indonesia baku ditulis dan diucapkan
secara
jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Surat
Anda sudah saya baca.
Kiriman
buku sudah dia terima.
·
(9)
Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia
baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di
dalam
kalimat.
Misalnya:
saudaranya dikomentari mengotori harganya
·
(10)
Fungsi gramatikal (subyek, predikat, obyek sebagai bahagian
kalimat
bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas
dan
tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Kepala
Kantor pergi keluar negeri.
Rumah
orang itu bagus.
(11)
Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau
diucapkan
secara jelas dan tetap sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia
baku di dalam kalimat.
Misalnya:
Mereka
sedang mengikuti perkuliahan dasar-dasar Akuntansi I.
Sebelum
analisis data dilakukannya, dia mengumpulkan data
secara
sungguh-sungguh.
·
(12)
Kosakata sebagai bahagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis
atau
diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Mengapa,
tetapi, bagaimana, memberitahukan, hari ini, bertemu,
tertawa,
mengatakan, pergi, tidak begini, begitu, silakan.
·
(13)
Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara
jelas
dan tetap baik kata, kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai
dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
·
(14)
Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai
sesuai
dengan Pedoman Peristilahan Penulisan Istilah yang
dikeluarkan
oleh Pemerintah melalui Pusat Pembinaan dan
Pengembangan
Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64).
Ciri-ciri
bahasa Indonesia baku secara umum sama antara lisan dan tulis.
Badudu
dengan jelas mengemukakan bahwa “berbahasa lisan ………..baku dalam kegiatan resmi
seperti bentuk dan susunan bahasa tulis” (1992 : 42).
Di
dalam buku mereka, Speaking Naturally Communication Skills in
American
English, Bruce Tillit
dan Maru Newton Bruder
mengungkapkan
bahwa “tuturan formal berkarakteristik informasinya
tersurat
dalam kalimat-kalimat juga cenderung komplit yang dipertentangkan dengan
kalimat potongan” (1936 : vii). Gleason juga mengemukakan bahwa “Struktur
bahasa lisan menunjukkan kesamaan di dalam berbagai hal dengan struktur bahasa
tulis” (Syafi’I, 1984 : 42).
8.
Pemakaian Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku dengan Baik dan Benar
Kita
sering mendengar dan membaca semboyan “Pergunakanlah Bahasa Indonesia dengan
Baik dan Benar”. Makna semboyan itu sering pula diartikan bahwa kita harus
berbahasa baku atau kita harus menghindarkan pemakaian bahasa nonbaku. Bahasa
baku sama maknanya dengan bahasa yang baik dan benar. Hal ini terjadi karena
konsep di dalam semboyan itu sangat kabur. Konsep yang benar atau semboyan yang
benar adalah
“Pergunakanlah
Bahasa Indonesia Baku dengan Baik dan Benar”, “Pergunakanlah Bahasa Nonbaku
dengan Baik dan Benar”.“Pergunakanlah Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku dengan
Baik dan Benar”.
Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku mempunyai kode atau
ciri bahasa dan fungsi pemakaian yang berbeda. Kode atau ciri dan fungsi setiap
ragam bahasa itu saling berkait. Bahasa Indonesia baku berciri seragam, sedangkan
ciri bahasa Indonesia nonbaku beragam. Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah
bahasa yang dibakukan atau yang dianggap baku adalah pemakaian bahasa Indonesia
baku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal
bahasa baku.
Sebaliknya
pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang
tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal baku, melainkan kaidah gramatikal
non baku. Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik adalah pemakaian bahasa Indonesia
yang mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa baku. Pemakaian
bahasa Indonesia nonbaku dengan baik adalah pemakaian bahasa yang tidak
mengikuti atau sesuai dengan fungsipemakaian bahasa Indonesia nonbaku. Pemakaian
bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai
dengan fungsi dan ciri kode bahasa Indonesia baku. Pemakaian bahasa Indonesia
nonbaku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi
pemakaian dan ciri bahasa Indonesia nonbaku. Konsep baik dan benar dalam
pemakaian bahasa Indonesia baik baku maupun nonbaku saling mendukung saling
berkait. Tidaklah logis ada pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak
benar. Atau tidaklah logis ada pemakaian bahasa yang benar tetapi tidak baik.
Oleh karena itu, konsep yang benar adalah pemakaian bahasa yang baik harus juga
merupakan
pemakaian bahasa yang benar. Atau sebaliknya. Harimurti Kridalaksana
memperjelas bahwa adanya bahasa baku atau bahasa standar dan bahasa nonbaku
atau bahasa nonstandar bukan berarti bahwa bahasa baku atau bahasa standar
lebih baik, lebih benar atau lebih betul daripada bahasa non baku atau bahasa
nonstandar. Bukan disitu
permasalahannya.
Kita memakai bahasa secara betul atau baik bila kita menggunakan bahasa baku sesuai
dengan fungsinya. Demikian juga, kita mempergunakan bahasa secara betul atau
baik bila kita mempergunakan bahasa nonbaku atau bahasa nonstandar sesuai
dengan fungsinya. Kita menggunakan bahasa secara salah atau tidak benar bila
kita menggunakan bahasa standar untuk fungsi bahasa nonstandar. Oleh karena
itu, memakai bahasa baku tidak dengan sendirinya berarti memakai bahasa yang
baik
dan
benar. Bahasa baku tidak sama dengan bahasa yang baik dan benar (1981 : 19).
Daftar Pustaka
·
Alwasiah,
A, Ch, 1985, Beberapa Madhjab dan Dikotomi Teori
·
Linguistik,
Angkasa, Bandung.
·
Badudu,
J.S, 1985, Cakrawala Bahasa Indonesia I, Gramedia, Jakarta.
·
Badudu,
J.S, 1992, Cakrawala Bahasa Indonesia II, Gramedia, Jakarta.
·
Crystal,
D, 1985, A Dictionary of Linguistics and Phonology, Basil Blakwell, New
York.
·
Depdikbud,
1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta.
·
Dittmar,
N, 1976, Sosiolinguistics, A Critical Survey of Theory and Aplication,
Edward Arnol, London.
·
Hartmann
and Stork, 1972, Dictionary of Language and Linguistics, Applied
Science, London.
·
Kridalaksana,
H, 1981, “Bahasa Indonesia Baku”, dalam Majalah Pembinaan Bahasa
Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24, Bhratera, Jakarta.
·
Keraf,
G, 1991, Tatabahasa Indonesia Rujukan Bahasa Indonesia untuk Pendidikan
Menengah, Gramedia, Jakarta.
·
Moeliono,
A, M, 1975, Sosiolinguistik, Angkasa, Bandung. Poerwadarminta, W.J.S,
1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Rusyana, Y,
1984, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, Dipenogoro, Bandung.
·
Suherianto,
1981, Kompas Bahasa, Pengantar Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar,
Widya Duta, Surakarta.
No comments:
Post a Comment