07 November 2012

PENYIMPANGAN BAHASA INDONESIA DI KALANGAN PEJABAT NEGARA

MAKALAH 

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH BAHASA INDONESIA



DOSEN PENGAMPU:
DRS. SUPRATNA. M.Pd
 
Disusun Oleh:
MOHAMMAD AMIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL – MUHAMMAD CEPU
KATA PENGANTAR

             Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Penyimpangan Bahasa Indonesia di Kalangan Pejabat Negara”.
            Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
            Dengan harapan semoga bermanfaat bagi saya sendiri juga bagi para pembacanya.
   
Blora, 2012
 
Penulis

PENDAHULUAN

   Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Bangsa Indonesia. Dalam kiprahnya sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia memiliki kaidah dan tatanan yang telah disempurnakan ejaannya. Dalam lingkup kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kegiatan-kegiatan dalam bentuk lisan adalah pidato-pidato kenegaraan, sedangkan dalam bentuk tulisan adalah penulisan-penulisan dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan -badan kenegaraan lainnya. 
   Bahasa Indonesia yang sudah dikenal sejak zaman dahulu merupakan bahasa nasional masyarakat Indonesia yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Pada zaman dahulu sampai sekarang masih ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang menggunakan bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura dan lain-lain. 
   Bangsa Indonesia sudah sangat berkembang dalam berbagai bidang. Perkembangan tersebut meliputi teknologi, ekonomi, budaya, bahasa dan lain-lain. Perkembangan itu sangat mempengaruhi generasi muda bangsa Indonesia. Generasi muda bangsa Indonesia sangatlah berbeda dengan anak-anak muda zaman dahulu. Generasi muda zaman sekarang cenderung mengikuti model, dari cara berpakaiannya, perilaku, sampai bahasa yang mereka gunakan. Generasi muda jarang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari hari, bahkan mereka lebih bangga dan senang untuk menggunakan bahasa gaul dan bahasa asing agar dinilai sebagai generasi muda yang tidak ketinggalan zaman. Hal tersebut dipengaruhi oleh penggunaaan bahasa Indonesia oleh para pejabat negara yang menjadi sorotan media massa baik cetak maupun elektronik.

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI KALANGAN PEJABAT NEGARA PADA MASA ORDE BARU

Setiap rezim meninggalkan bekas pada bahasa. Semasa orde lama, kata-kata ganyang, nekolim, nasakom, dan sebagainya sangat akrab di telinga rakyat. Ketika Soekarno mundur, kekuatan kata-kata itu ikut melemah. Orde baru meninggalkan krisis politik dan ekonomi di Indonesia. Orde baru juga meninggalkan banyak istilah, jargon, dan akronim. Kekuasaan yang otoriter biasanya menciptakan istilah-istilah dan jargon-jargon untuk mempertahankan kekuasaannya. 
Sesudah merdeka, peranan bahasa Indonesia semakin jelas dan nyata. Dalam pergaulan dengan bahasa-bahasa yang sudah ada di tanah air, identitas bahasa Indonesia semakin terlihat. Namun bukan berarti bahasa Indonesia aman dari masalah. Justru masalah kebahasaan di Indonesia cukup rumit, tidak hanya mencakup aspek bahasa saja, tetapi juga melibatkan aspek pemakai dan pemakaiannya. Dilihat dari aspek bahasa, bahasa Indonesia berhadapan dengan bahasa asing, dan bahasa daerah. Dilihat dari aspek pemakaiannya, bahasa Indonesia berkembang dalam pemakaian istilah terutama pada komunikasi lisan. Hal ini terlihat pada ungkapan tertentu yang dipakai oleh para pemakainya yang semakin meluas. 
Gebrakan pemerintah pada masa orde baru adalah diberlakukannya Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) tahun 1972. Sebelum adanya EYD, bahasa Indonesia yang digunakan masih diwarnai oleh bahasa etnis masing-masing atau unsur lain dari bahasa asing. Pemberlakuan EYD ditujukan untuk mengakomodasi keragaman bahasa yang ditemukan di tanah air ini. 
Kekacauan struktur bahasa dilakukan dan disebarluaskan oleh penguasa politik. Contoh kekacauan struktur bahasa tersebut dapat dilihat pada pengucapan sufiks - kan menjadi - ken, misalnya melaksanakan menjadi melaksanaken, ditiadakan menjadi ditiadaken, serta pengucapan kata semakin menjadi semangkin. Selain itu, preposisi daripada sebagai bentuk berlebihan (redundancy). Penggunaan kata daripada dalam masa orde baru menjadi sangat luas karena para pejabat merasa perlu meniru kesalahan yang dilakukan oleh Presiden Soeharto ketika dia berbicara bebas tanpa teks. Frase seperti melihat daripada pentingnya soal pangan´, ‘meninjau daripada anggaran belanja negara´, ‘mencamkan dari pada keadaan pasar´, dan kalimat-kalimat seperti itu diikuti oleh pejabat dan politisi tanpa merasa sungkan dan bersalah. Bentuk ini menyebabkan kalimat tidak efektif karena boros dalam menggunakan kata. Pemakaian preposisi seperti ini dapat merusak hubungan antarkata dalam kelompok frase.

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI KALANGAN PEJABAT NEGARA PADA MASA SEKARANG

Pejabat negara memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan kemajuan negara. Segala bentuk aktivitas mereka memiliki pengaruh yang cukup besar. Terkadang pejabat negara ini juga telah mengalami kekeliruan atau penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Seperti pada kalimat-kalimat berikut ini.
a. Saya membutuhkan staf dengan figur yang pintar, visioner, dan pandai melobi.
c.  Saya harap semua perintah dapat di-follow up dan dilaksanakan. 
Sebenarnya istilah-istilah bahasa Inggris visioner, dan follow-up sudah ada persamaannya dalam bahasa Indonesia. Visioner sama dengan ³berpandangan´; dan follow-up berpadanan dengan “ditindaklanjuti”. Bahasa Indonesia itu kaya dengan kosa kata, sehingga tidak memerlukan banyak istilah asing. 
Para pemerhati bahasa Indonesia mengimbau pejabat negara untuk memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya dalam forum resmi kenegaraan. Sejumlah pejabat negara yang seringkali melakukan alih bahasa ke bahasa asing (umumnya mencampurnya dengan bahasa Inggris) jika sedang berbicara dalam forum-forum resmi kenegaraan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir-akhir ini sering melakukan alih bahasa ketika sedang berpidato resmi. Hal itu kemungkinan disebabkan tuntutan psikologis karena kondisi atau situasi politik yang sulit menggunakan bahasa Indonesia secara langsung. Padahal, acara tersebut pada umumnya kemudian disiarkan oleh televisi sehingga banyak masyarakat dari berbagai pelosok yang menyaksikannya. 
Sekarang ini cenderung terjadi penurunan kualitas penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya di kalangan generasi muda. Hal itu bisa dilihat dari media elektronik yang banyak menggunakan bahasa sandi yang dikenal sebagai bahasa gaul. 
Ada kecenderungan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar itu meningkat tetapi cukup komunikatif.
Perhatian media massa terhadap pengembangan bahasa Indonesia cukup besar. Kalaupun masih ada penyimpangan, hal itu terjadi karena wartawan hanya berfungsi sebagai tape recorder dari apa yang dikatakan sumber berita yang umumnya pejabat. Untuk itu, pembinaan bahasa Indonesia seharusnya dimulai dengan membenahi bahasa pejabat. 
Media massa(cetak) diharapkan untuk mengikuti kaidah-kaidah berbahasa, pejabat pun harus dididik bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa ikut merusak perkembangan bahasa Indonesia.
Perkataan pejabat sebagai sumber berita banyak yang menyimpang dari struktur tata bahasa. Ironisnya, penyimpangan-penyimpangan itu menyebar bagai penyakit menular ke pejabat lain yang ada pada tataran lebih rendah. Dalam perkembangannya, penyimpangan bahasa pejabat itu meluas ke kalangan pelaku bisnis dan masyarakat umum. 
Untuk itu, pembinaan bahasa juga perlu dilakukan di kalangan sumber berita, terutama pejabat pemerintah, kalangan militer yang mengeluarkan banyak akronim, dan pemimpin dunia usaha merisaukan perkembangan bahasa media massa Indonesia yang banyak dipengaruhi bahasa pejabat. Situasi ini sebenarnya tidak lepas dari praktek jurnalistik yang terlalu mengandalkan kalangan birokrat sebagai sumber informasi utama. 
Dalam proses interaksi semacam ini lalu muncul apa yang disebut infiltrasi bahasa birokrasi. Bahasa birokrasi yang digunakan dari lapisan tertinggi di pemerintahan hingga ke desa-desa, menampilkan kata-kata yang tidak jelas. Kata-kata yang kabur maknanya itu sering kali dipakai begitu saja oleh media massa, sehingga kerancuan bahasa birokra itu kemudian menyebar di kalangan masyarakat luas. Infiltrasi birokrasi dalam penggunaan bahasa di media massa ini harus diakui banyak menyumbang terjadinya peyimpangan. Perkataan seperti, "Rumah penduduk akan direhab", sebagaimana dikutip media massa dari seorang pejabat, yang dimaksud tentunya, "Rumah penduduk akan diperbaiki". 
Bagi media massa (cetak), penyimpangan-peyimpangan dari bahasa birokrasi itu sebetulnya masih bisa diperbaiki, dengan menyunting atau mengubah penggunaan kata dan struktur kalimat sesuai kaidah bahasa yang baik dan benar. Namun bagi media televisi dan radio, perkataan langsung yang kurang baik dan kurang benar itu tentu tidak bisa dielakkan. Bagaimana rakyat bisa mengerti bahasa Inggris sedangkan bahasa Indonesia saja masih dalam upaya pembinaan. 
Dalam konstitusi, termuat ketentuan yang menyatakan bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Karena itu, fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi harus benar-benar dijalankan. Konsekuensinya, saat berdinas pejabat pemerintahan harus menggunakan bahasa Indonesia. Selama dalam konteks berbicara di Indonesia pejabat harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. 
Dunia pertelevisian tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dampak negatif. Tayangan-tayangan televisi yang kebanyakan sinetron menggunakan bahasa yang tidak sesuai. Bahasa-bahasa yang digunakan kebanyakan bahasa keseharian masyarakat Jakarta yang merupakan tempat pembuatan sinetron tersebut. Bahasa tersebut menyebar dan ditiru masyarakat. 
Kalangan Artis, terutama pemain film, penyanyi, pembawa acara televisi apabila berbicara dalam suatu acara televisi yang bersifat informal, mereka lebih senang menggunakan bahasa ‘gaul’ yang pada intinya dibangun dari bahasa Melayu Jakarta dan bahasa Indonesia. Bahasa gaul ini memang tepat digunakan untuk situasi akrab, tetapi karena bahasa itu digunakan di hadapan khalayak umum, maka ragam yang dipilih semestinya sebuah ragam yang dapat diterima oleh masyarakat yang berlatar belakang kebahasaan berbeda. Bahasa Indonesia ragam umum merupakan sebuah ragam yang menjadi milik bersama. Apabila ragam ini digunakan untuk pembicaraan di depan umum, maka semua lapisan masyarakat menjadi bagian di dalamnya.
Dalam pergaulan yang bersifat lokal, nasional, internasional selalu ada kesantunan berbahasa. Bahasa akrab selalu digunakan untuk mermbangun hubungan akrab antara pembicara dan lawan bicara dalam lingkungan terbatas, sementara bahasa sopan selalu digunakan oleh seorang pembicara kepada khalayak untuk saling menghormati. 
PENUTUP

Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan pejabat negara banyak mengalami penyimpangan. Penyimpangan bahasa Indonesia di kalangan pejabat bisa dijumpai pada masa orde baru. Kekacauan struktur bahasa tersebut dapat dilihat pada pengucapan sufiks -kan menjadi -ken, misalnya melaksanakan menjadi melaksanaken. Penggunaan kata daripada dalam masa orde baru menjadi sangat luas karena para pejabat merasa perlu meniru kesalahan yang dilakukan oleh Presiden Soeharto ketika dia berbicara bebas tanpa teks. Para pemerhati bahasa Indonesia mengimbau pejabat negara untuk memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya dalam forum resmi kenegaraan. Bahasa Indonesia di kalangan Artis juga banyak mengalami penyimpangan. Bahasa yang digunakan dalam dunia pertelevisian banyak mengalami penyimpangan. Tayangan-tayangan televisi yang kebanyakan sinetron membawa dampak negatif karena bahasa yang digunakan tidak sesuai dan bahasa tersebut ditiru oleh masyarakat luas.
            Demikian makalah ini kami buat, dan tentunya masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran serta masukkan sangatlah kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA


Widjojo, Muridan S. dan Mashudi Noorsalim. 2004. Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasiswa. Jakarta: LIPI Press. 
_____,  2011. Bahasa Indonesia pada Anak Muda Zaman Sekarang . http://salmanalfaridzi.ngeblogs.com/category/portofolio/bahasa-indonesia/. 4 Desember 2011. 21.34 WITA. 
Redaksi. 2006. Pejabat Publik, Media Publik dan Bahasa Indonesia. http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=SuratPembaca&id=1 26321. 4 Desember 2011. 21.40 WITA.

No comments:

Post a Comment