KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis hanturkan kepada Allah atas segala rahmat-Nya yang telah
memberikan kesempatan waktu bagi penulis dalam menyusun tugas ini. Dan tak lupa
Shalawat beserta salam, penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah memberikan inspirasi kepada penulis akan arti dan penerapan bidang-bidang
Fiqh Siyasah.
Makalah
ini berjudul Fiqh Siyasah yang ditulis penulis sebagai tugas akhir mata kuliah
Fiqh Siyasah. Dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian
fiqh siyasah (Siyasah Syar’iyyah) , hubungannya dengan lmu Fiqh , dan manfaat
mempelajarinya, serta memahami istilah – istilah yang berhubungan dengan
pemerintahan islam.
Serta
Tiada Gading Yang Tak Retak, begitupun dengan makalah ini. Masih ada beberapa
kesalahan yang ada tanpa disadari oleh penulis, oleh karena itu penulis
harapkan akan adanya kritik dan saran atas makalah ini yang membangun. Dan dari
penulis sendiri kami ucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Blora, 15 September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
………………………………………………………….........
Daftar
Isi ………………………………………………………………….......
Bab I Pendahuluan
1.1
Pendahuluan ……..…………………………………………………........
1.2
Permasalahan……..………………………………………………............
1.3
Tujuan Penulisan......................................................................................
1
Bab II Pembahasan
2.1
Definisi Fiqh Siyasah
…......…….………………………………………... 2
2.2
Hubungan antara Ilmu fiqh dan Fiqh Siyasah..……….............................
2
2.3
Manfaat Fiqh
Siyasah………………….....................................................
2
2.4
Konsep-Konsep yang Berhubungan dengan Pemerintahan Islam …........ 3
2.4.1
a. Khilafah….………………………………………................ 3
b.
Khalifah….…………………….……………….................. 3
2.4.2
a. Imamah….…………………….………………....................
3
b.
Imam..….…………………….………………..................... 3
2.4.3 a. Imarah….…………………….………………....................4
b. Amir….…………………….………………..................... 4
2.4.4 Ahlul Halli Wa al-
aqdi......................................................... 4
2.4.5 a.
Bai’at.................................................................................
5
b. Majlis Syura……………………………………………....5
Kesimpulan ……………..………………………………………………….... . 7
Daftar Pustaka ……………………………………………………………..... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
kalangan umat islam ada yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang
komprehensif. Di dalamnya terdapat sistem politik dan ketatanegaraan, sistem
ekonomi, sistem sosial dan sebagainya. Misalnya Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna
dan Al-Maududi meyakini bahwa ”Islam adalah agama yang serba lengkap”. Di dalam
ajarannya antara lain terdapat sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh
karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem
ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem
ketatanegaraan barat. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus
diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad
SAW dan oleh empat Khulafa al-Rasyidin[1]
I.2 Permasalahan
1.
Apa yang dimaksud dengan Fiqh Siyasah ( siyasah syar’iyyah ) ?
2.
Apa hubungannya dengan ilmu fiqh ?
3.
Apa manfaat mempelajari fiqh siyasah ?
4.
Apa yang dimaksud dengan istilah – istilah berikut :
a. Khilafah, Khalifah
b. Imamah, Imam
c. Imarah, Amir
d. Ahlul halli Wa Al – Aqdi
e.
Bai’at dan Majlis Syura
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Memahami pengertian fiqh siyasah ( siyasah syar’iyyah )
2.
Dapat mengetahui hubungan antara ilmu fiqh dan fiqh siyasah
3.
Dapat mengetahui manfaat mempelajari fiqh siyasah dan memahami istilah –
istilah yang berhubungan dengan pemerintahan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Fiqh Siyasah
Fiqh
Siyasah terdiri dari dua kata berbahasa Arab fikih atau fiqh dan siyasah.
Agar diperoleh pemahaman yang pas apa yang dimaksud dengan Fiqh Siyasah,
maka perlu dijelaskan pengertian masing – masing kata dari segi bahasa dan
istilah. Secara etimologis ( bahasa ) fiqh adalah keterangan-keterangan
tentang pengertian atau paham dari maksud ucapan Si pembicara, atau pemahaman
yang mendalam terhadap maksud - maksud perkataan dan perbuatan. Secara
terminologis ( istilah ),
menurut ulama – ulama syara, fiqh adalah pengetahuan tentang hukum –
hukum yang sesuai dengan syara mengenai amal perbuatan yang diperoleh dari
dalil yang tafshil (terinci, yakni dalil-dalil atau hukum-hukum khusus yang
diambil dari dasar – dasarnya dan sunah). Jadi fiqh adalah pengetahuan mengenai
hukum agama islam yang bersumber dari al quran dan sunah yang disusun oleh
mujtahid dengan jalan penalaran dan ijtihad.
Kata
siyasat bersal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus Al
Munjid dan Lisan Al – Arab berarti mengatur, mengurus
dan memerintah. Jadi siyasah menurut bahasa mengandung beberapa arti,
yaitu mengatur, mengurus, memerintah, memipin, membuat kebijaksanan,
pemerintahan dan politik. Secara terminologis dalam Lisan Al Arab
siyasat adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa
kepada kemaslahatan.
Dari
uraian tentang pengertian istilah fiqh dan siyasat dari segi etimologis dan
terminologis dapat disimpulkan bahwa pengertian Fiqh Siyasah atau Fiqh
Syar’iyah ialah “ilmu yang mempelajari hal – ihwal seluk – beluk pengatur
urusan umat dan negara dengan segala bentuk hukum, pengaturan dan
kebijaksanaan yang dibuat oleh pemegang kekuasan yang sejalan dengan dasar –
dasar ajaran syariat untuk mewujudkan kemaslahatan umat.”
2.2 Hubungan antara Ilmu fiqh dan Fiqh Siyasah
Hubungan
antara Ilmu fiqh dan Fiqh Siyasah dalam system hukum islam adalah hukum – hukum
islam yang digali dari sumber yang sama dan ditetapkan untuk mewujudkan
kemaslahatan. Kemudian hubungan keduanya dari sisi lain, Fiqh Siyasah dipandang
sebagai bagian dari fiqh atau dalam kategori fiqh. Bedanya terletak pada
pembuatanya. Fiqh ditetapkan oleh mujtahid. Sedangkan Siyasah Syar’iyah
ditetapkan oleh pemegang kekuasan.
2.3 Manfaat Fiqh Siyasah
Manfaat
siyasah adalah:
1)
mengatur peraturan dan perundang-undangan Negara sebagai pedoman dan landasan
idiil dalam mewujudkan kemashalatan umat,
2)
pengorganisasian dan pengaturan untuk mewujudkan kemaslahatan, dan
3)
mengatur hubungan antara pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban
masing-masing dalam usaha mencapai tujuan Negara.
2.4 Konsep-Konsep yang Berhubungan dengan Pemerintahan Islam :
2.4.1. a. KHILAFAH
Kata Khilafah berasal dari
kata khalifah yang berarti seseorang yang menggantikan orang lain sebagai
penggantinya.Seperti Musa kepada saudaranya Harun :”Gantikanlah aku dalam
memimpin kaumku” (Al-Quran).
Secara umum seseorang
yang menggantikan orang lain sebagai penggantinya, menurut istilah khilafah
adalah sebutan untuk masa pemerintahan khalifah dan sebutan seperti khilafah
Abu bakar, Umar bin Khattab dan seterusnya untuk melaksanakan wewenang yang
diamanahkan. Khilafah menurut Ibnu Khaldun adalah tanggung jawab umum yang
dikehendaki oleh peraturan syariat untuk mewujudkan kemaslaatan dunia dan
akhirat bagi umat dengan merujuk kepadanya.
b. KHALIFAH
Secara istilah pemimpin yang
mengganti Nabi dalam tanggung jawab umum terhadap pengikut agama ini untuk
membuat manusia tetap mengikuti undang-undang yang mempersamakan seluruh umat
islam di depan kebenaran sebagai khalifah Rasul dalam memelihara agama dan
mengatur dunia. Jadi, khalifah tidak bisa diartikan wakil melainkan pengganti /
penguasa. Khalifah adalah pemimpin tertinggi dalam urusan agama dan dunia
sebagai pengganti Rosul.
2.4.2. a. IMAMAH
Secara
umum keimanan,kepemimpinan, dan pemerintahan. Menurut istilah seseorang atau kelompok
orang yang melaksanakn wewenag dalam hal mengurus kepentingan masyarakat atau
istilah lain kepemimpinan menyeliruh yang berkaitan dengan urusan keagamaan dan
urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah
Pendefinisian
khilafah dan imamah lebih panjang oleh kepemimpinan Khulafaur Rosyidin. Hukum
islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik Negara. Negara
didasarkan pada prinsijp yang mengakui “kedaulatan tuhan”. Dan Nabi Muhammad
SAW sebagai “wakil tuhan”. Dan menerapkan musyawarah sertra kedaulatan yang
sesungguhnya berda pada Tuhan.
b. IMAM
Sebutan
gelar yang paralel dengan khalifah dalam sejarah pemerintahan islam, adalah
imam. Kata imam berarti ”pemimpin, atau contoh yang harus diikuti atau
mendahului, memimpin. Kedudukan imam sama dengan khalifah, yaitu pengganti
rasul sebagai pemelihara agama dan penanggung jawab urusan umat. Secara istilah
imam adalah ” seorang yang memegang jabatan umum dalam urusan agam dan urusan
dunia sekaligus.
2.4.3. a. IMARA
Imarah
berasal dari kata “amr” yang artinya perintah persoalan, urusan atau dapat pula
dipahami sebagai kekuasaan. Sementara itu imarat sebutan untuk jabatan amir
dalam suatu Negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahan oleh
seorang amir. Istilah khilafah dan imamah lebih populer pemakaiannya dalam
berbagai literatur ulama fiqh daripada istilah imarah.
b. AMIR
Menurut istilah syara, amir adalah pejabat
pemerintahan yang diangkat untuk mengatur dan memelihara salah satu urusan kaum
muslimin. Ketika Rasulullah SAW masih berada di tengah umat islam’ istilah amir
di gunakan untuk nama beberapa jabatan yang mengurusi suatu urusan.
Umar
bin khattab pernah berkata: “ Tidak ada arti islam tanpa jamah, tidak ada arti
jamaah tanpa amir (pemimpin).
Dalam
arti lain amir adalah orang yang memerintah orang yang menangani persoalan,
orang yang mengurus atau penguasa.
Konsep
amir justru dapat di pahami lebih umum dalam seluruh pola kepemimpinan.
Termasuk penguasa politik pemerintahan, pemimmpin organisasi dan perkumpulan
dan sebagainya. Dalam proses pemilihannya pun, lebih banyak melibatkan unsur
sosial kemasyarakatan, ketimbang doktrin. Dengan kata lain, legalisasi seorang
amir ditentukan oleh kepercayaan orang banyak terhadap seseorang.
2.4.1. Ahlul Halli Wal Aqdi
Dapat diartikan bahwa
orang-orang yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat atau
sekelompok orang yang memilih imam atau kepala Negara atau orang-orang yang
mempunyai wewenang.Biasanya istilah ini dirumuskan oleh ulama fiqih untuk
sebutan bagi orang-orang yang berhak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati
nurani mereka.
Paradigma pemikiran ulama
fiqih merumuskan istilah Ahlul Halli Wal aqdi didasarkan pada system pemilihan empat
khalifah pertama yang dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yanag mewakili dua
golongan yaitu Anshor dan Muhajirin.
Bertolak
dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa Ahlul Halli wal Aqdi merupakan suatu
lembaga pilihan. Kecenderungan umat islam generasi pertama dalam sejarah secara
tidak langsung atau melalui perwakilan.
Dengan
demikian Ahlul Halli wal Aqdi terdiri dari berbagai kelompok sasial yang
memiliki profesi dan keahlian yang berbeda namun hal ini bukan hal prinsip,
melainkan persoalan tekhnis dan temporer yang dapat berubah sesuai dengan
tuntutan situasi dan kebutuhan masyarakat.
A2.4.2. a BAI’AT
Istilah
bai’at berasal dari kata ba’a yamg berarti “menjual”. Bai’at mengandung makna
perjanjian, janji setia atau saling berjanji dan setia. Dalam pelaksanaan
bai’at selalu melibatkan dua pihak secara suka rela. Secara bahasa ialah
berjabat tangan atas terjadinya jual beli dan untuk berjanji setia dan taat
Maka
bai’at secara istilah adalah ungkapan perjanjian antara dua pihak yang seakan-akan
salah satu pihak menjual apa yang di milikinya.
Dengan
demikian beberapa konsep yang berhubungan dengan pemerintahan islam diatas,
dapatlah ditarik beberapa pengertian, Pertama konsep khilafah lebih bersifat
umum, artinya sebagai sebuah konsep, imamah dan imarah tercakup di dalamnya.
Kedua masing-masing konsep dapat dipahami dengan pendekatan karakteristik dan
berbeda-beda, khilafah lebih bersifat teologis dan sosiologis sekaligus.
Imamah murni bersifat teologis, sementara itu imarah murni bersifat
sosiologis .
b. MAJLIS SYURO’
Permusyawaratan,
hal yang bermusyawarah atau konsultasi. Majlis Syura berarti majelis
permusyawaratan atau badan legislatif. Istilah syura berasal dari kata
kerja syaawara-yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau
mengajukan dan mengambil sesuatu.
Bentuk-bentuk
lain yang berasal dari kata kerja syaawara adalah asyara (memberi
isyarat), tasyawara (berunding, saling bertukar pendapat), syawir (meminta
pendapat, musyawarah), dan mustasyir (meminta pendapat orang lain). Syura
atau musyawarah adalah saling menjelaskan dan merundingkan atau
saling meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara. Pengertian seperti
ini terdapat pada tiga tempat di dalam Alquran. Pertama dalam surat al-Baqarah
ayat 233 yang artinya: ‘’Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya.’ Menyapih anak sebelum mencapai usia dua tahun boleh apabila
didasarkan pada kerelaan dan permusyawaratan antara suami - istri.
Kedua
dalam surat Asy-Sura ayat 38: ‘Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan TuhanNya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah (syura) antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki
yang Kami berikan kepada mereka.’’ Ayat ini mengandung pujian atas orang-orang
yang menerima seruan Allah SWT yang dibawa Nabi Muhammad SAW, mendirikan shalat
dengan baik dan benar, memusyawarahkan segala urusan mereka, dan menafkahkan
sebagian dari rizki yang mereka peroleh. Bermusyawarah merupakan sifat terpuji
bagi orang yang melaksanakannya dan akan memperoleh nikmat dari sisi Allah SWT,
karena hal itu bernilai ibadah.
Ketiga,
dalam surat Ali ‘Imran ayat 159 yang artinya, ‘’Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kami bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah (syawir)
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkal kepadaNya. Ayat ini merupakan perintah untuk melaksanakan
musyawarah dengan para sahabatnya dan perintah yang mensyariatkan musyawarah.
Bermusyawarah merupakan ungkapan hati yang lemah lembut dan sifat terpuji orang
yang melaksanakannya.
Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari dalam menafsirkan ayat di atas menyatakan,
sesungguhnya Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk bermusyawarah dengan
umatnya tentang urusan yang akan dijalankan supaya mereka tahu hakikat urusan
tersebut dan agar mereka mengikuti jejaknya. Namun kewajiban melaksanakan
kewajiban musyawarah bukan hanya dibebankan kepada Nabi SAW, melainkan juga
kepada tiap orang mukmin, sekalipun ayat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad
SAW.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat terlihat bahwa dalam berpolitik ada tata cara dan
bernuansa Islam. Serta juga bukan hanya masalah Ubudiyah dan Ilahiyah saja yang
dibahas. Melainkan segala masalah yang menyangkut aspek yang berkenan dengan
kemanusian dan kemaslahatan umat.
Kajian
Politik Islam sangatlah sempurna dan merupakan hal yang sangat di harapkan
untuk di praktekkan. Diantara kajian Fiqh Siyasah (Politik Islam) ada beberapa
bagian yang mengatur masalah dalam negeri, luar negeri, keuangan negara, serta
keadaan perang atau darurat dalam negara.
DAFTAR PUSTAKA
Mansur,
MSI. Drs. H. 2008. Diktat Ilmu Ushul Fiqih/Ushul Fiqih. Cipasung:
Djazuli,
MA. Prof. H. 2003. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam
Rambu-rambu Syari’ah. Bandung: Prenada Media.
Pulungan,
MA. Dr. J. Suyuthi. 2002. Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah Dan Pemikiran.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.