MAKALAH
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK
MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH BAHASA INDONESIA
DOSEN PENGAMPU:
DRS. SUPRATNA. M.Pd
Disusun Oleh:
MOHAMMAD AMIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL – MUHAMMAD CEPU
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT,
yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Penyimpangan Bahasa Indonesia di Kalangan Pejabat Negara”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan
saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dengan
harapan semoga bermanfaat bagi saya sendiri juga bagi para pembacanya.
Blora, 2012
Penulis
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia
merupakan bahasa resmi Bangsa Indonesia.
Dalam kiprahnya sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia memiliki kaidah
dan tatanan yang telah disempurnakan ejaannya. Dalam lingkup kenegaraan, bahasa
Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan,
baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kegiatan-kegiatan dalam bentuk lisan
adalah pidato-pidato kenegaraan, sedangkan dalam bentuk tulisan adalah
penulisan-penulisan dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan badan -badan kenegaraan lainnya.
Bahasa Indonesia
yang sudah dikenal sejak zaman dahulu merupakan bahasa nasional masyarakat Indonesia yang
digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Pada zaman dahulu sampai sekarang
masih ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang menggunakan bahasa-bahasa
daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura dan lain-lain.
Bangsa Indonesia
sudah sangat berkembang dalam berbagai bidang. Perkembangan tersebut meliputi
teknologi, ekonomi, budaya, bahasa dan lain-lain. Perkembangan itu sangat
mempengaruhi generasi muda bangsa Indonesia. Generasi muda bangsa Indonesia
sangatlah berbeda dengan anak-anak muda zaman dahulu. Generasi muda zaman
sekarang cenderung mengikuti model, dari cara berpakaiannya, perilaku, sampai
bahasa yang mereka gunakan. Generasi muda jarang menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar dalam kehidupan sehari hari, bahkan mereka lebih bangga dan
senang untuk menggunakan bahasa gaul dan bahasa asing agar dinilai sebagai
generasi muda yang tidak ketinggalan zaman. Hal tersebut dipengaruhi oleh
penggunaaan bahasa Indonesia oleh para pejabat negara yang menjadi sorotan
media massa baik cetak maupun elektronik.
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI
KALANGAN PEJABAT NEGARA PADA MASA ORDE BARU
Setiap rezim meninggalkan bekas
pada bahasa. Semasa orde lama, kata-kata ganyang, nekolim, nasakom, dan
sebagainya sangat akrab di telinga rakyat. Ketika Soekarno mundur, kekuatan
kata-kata itu ikut melemah. Orde baru meninggalkan krisis politik dan ekonomi
di Indonesia. Orde baru juga meninggalkan banyak istilah, jargon, dan akronim.
Kekuasaan yang otoriter biasanya menciptakan istilah-istilah dan jargon-jargon
untuk mempertahankan kekuasaannya.
Sesudah merdeka, peranan bahasa
Indonesia semakin jelas dan nyata. Dalam pergaulan dengan bahasa-bahasa yang
sudah ada di tanah air, identitas bahasa Indonesia semakin terlihat. Namun
bukan berarti bahasa Indonesia aman dari masalah. Justru masalah kebahasaan di
Indonesia cukup rumit, tidak hanya mencakup aspek bahasa saja, tetapi juga
melibatkan aspek pemakai dan pemakaiannya. Dilihat dari aspek bahasa, bahasa Indonesia
berhadapan dengan bahasa asing, dan bahasa daerah. Dilihat dari aspek
pemakaiannya, bahasa Indonesia berkembang dalam pemakaian istilah terutama pada
komunikasi lisan. Hal ini terlihat pada ungkapan tertentu yang dipakai oleh
para pemakainya yang semakin meluas.
Gebrakan pemerintah pada masa
orde baru adalah diberlakukannya Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) tahun 1972.
Sebelum adanya EYD, bahasa Indonesia yang digunakan masih diwarnai oleh bahasa
etnis masing-masing atau unsur lain dari bahasa asing. Pemberlakuan EYD
ditujukan untuk mengakomodasi keragaman bahasa yang ditemukan di tanah air
ini.
Kekacauan struktur bahasa
dilakukan dan disebarluaskan oleh penguasa politik. Contoh kekacauan struktur
bahasa tersebut dapat dilihat pada pengucapan sufiks - kan menjadi - ken,
misalnya melaksanakan menjadi melaksanaken, ditiadakan menjadi ditiadaken,
serta pengucapan kata semakin menjadi semangkin. Selain itu, preposisi daripada
sebagai bentuk berlebihan (redundancy). Penggunaan kata daripada dalam masa
orde baru menjadi sangat luas karena para pejabat merasa perlu meniru kesalahan
yang dilakukan oleh Presiden Soeharto ketika dia berbicara bebas tanpa teks.
Frase seperti melihat daripada pentingnya soal pangan´, ‘meninjau daripada
anggaran belanja negara´, ‘mencamkan dari pada keadaan pasar´, dan
kalimat-kalimat seperti itu diikuti oleh pejabat dan politisi tanpa merasa
sungkan dan bersalah. Bentuk ini menyebabkan kalimat tidak efektif karena boros
dalam menggunakan kata. Pemakaian preposisi seperti ini dapat merusak hubungan
antarkata dalam kelompok frase.
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI
KALANGAN PEJABAT NEGARA PADA MASA SEKARANG
Pejabat negara memiliki pengaruh
yang besar terhadap perkembangan dan kemajuan negara. Segala bentuk aktivitas
mereka memiliki pengaruh yang cukup besar. Terkadang pejabat negara ini juga
telah mengalami kekeliruan atau penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau
lebih. Seperti pada kalimat-kalimat berikut ini.
a. Saya membutuhkan staf dengan
figur yang pintar, visioner, dan pandai melobi.
c. Saya harap semua
perintah dapat di-follow up dan dilaksanakan.
Sebenarnya istilah-istilah bahasa
Inggris visioner, dan follow-up sudah ada persamaannya dalam bahasa Indonesia.
Visioner sama dengan ³berpandangan´; dan follow-up berpadanan dengan “ditindaklanjuti”.
Bahasa Indonesia itu kaya dengan kosa kata, sehingga tidak memerlukan banyak
istilah asing.
Para pemerhati bahasa Indonesia
mengimbau pejabat negara untuk memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, khususnya dalam forum resmi kenegaraan. Sejumlah pejabat
negara yang seringkali melakukan alih bahasa ke bahasa asing (umumnya
mencampurnya dengan bahasa Inggris) jika sedang berbicara dalam forum-forum
resmi kenegaraan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir-akhir ini sering
melakukan alih bahasa ketika sedang berpidato resmi. Hal itu kemungkinan
disebabkan tuntutan psikologis karena kondisi atau situasi politik yang sulit
menggunakan bahasa Indonesia secara langsung. Padahal, acara tersebut pada umumnya
kemudian disiarkan oleh televisi sehingga banyak masyarakat dari berbagai
pelosok yang menyaksikannya.
Sekarang ini cenderung terjadi
penurunan kualitas penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya di
kalangan generasi muda. Hal itu bisa dilihat dari media elektronik yang banyak
menggunakan bahasa sandi yang dikenal sebagai bahasa gaul.
Ada kecenderungan penggunaan
bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar itu meningkat tetapi cukup
komunikatif.
Perhatian media massa terhadap
pengembangan bahasa Indonesia cukup besar. Kalaupun masih ada penyimpangan, hal
itu terjadi karena wartawan hanya berfungsi sebagai tape recorder dari apa yang
dikatakan sumber berita yang umumnya pejabat. Untuk itu, pembinaan bahasa
Indonesia seharusnya dimulai dengan membenahi bahasa pejabat.
Media massa(cetak) diharapkan
untuk mengikuti kaidah-kaidah berbahasa, pejabat pun harus dididik bagaimana
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa ikut merusak
perkembangan bahasa Indonesia.
Perkataan pejabat sebagai sumber
berita banyak yang menyimpang dari struktur tata bahasa. Ironisnya,
penyimpangan-penyimpangan itu menyebar bagai penyakit menular ke pejabat lain
yang ada pada tataran lebih rendah. Dalam perkembangannya, penyimpangan bahasa
pejabat itu meluas ke kalangan pelaku bisnis dan masyarakat umum.
Untuk itu, pembinaan bahasa juga
perlu dilakukan di kalangan sumber berita, terutama pejabat pemerintah,
kalangan militer yang mengeluarkan banyak akronim, dan pemimpin dunia usaha
merisaukan perkembangan bahasa media massa Indonesia yang banyak dipengaruhi
bahasa pejabat. Situasi ini sebenarnya tidak lepas dari praktek jurnalistik
yang terlalu mengandalkan kalangan birokrat sebagai sumber informasi
utama.
Dalam proses interaksi semacam
ini lalu muncul apa yang disebut infiltrasi bahasa birokrasi. Bahasa birokrasi
yang digunakan dari lapisan tertinggi di pemerintahan hingga ke desa-desa,
menampilkan kata-kata yang tidak jelas. Kata-kata yang kabur maknanya itu
sering kali dipakai begitu saja oleh media massa, sehingga kerancuan bahasa
birokra itu kemudian menyebar di kalangan masyarakat luas. Infiltrasi birokrasi
dalam penggunaan bahasa di media massa ini harus diakui banyak menyumbang
terjadinya peyimpangan. Perkataan seperti, "Rumah penduduk akan direhab",
sebagaimana dikutip media massa dari seorang pejabat, yang dimaksud tentunya,
"Rumah penduduk akan diperbaiki".
Bagi media massa (cetak),
penyimpangan-peyimpangan dari bahasa birokrasi itu sebetulnya masih bisa
diperbaiki, dengan menyunting atau mengubah penggunaan kata dan struktur
kalimat sesuai kaidah bahasa yang baik dan benar. Namun bagi media televisi dan
radio, perkataan langsung yang kurang baik dan kurang benar itu tentu tidak
bisa dielakkan. Bagaimana rakyat bisa mengerti bahasa Inggris sedangkan bahasa
Indonesia saja masih dalam upaya pembinaan.
Dalam konstitusi, termuat
ketentuan yang menyatakan bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Karena itu,
fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi harus benar-benar dijalankan.
Konsekuensinya, saat berdinas pejabat pemerintahan harus menggunakan bahasa
Indonesia. Selama dalam konteks berbicara di Indonesia pejabat harus
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Dunia pertelevisian tidak hanya
membawa dampak positif tetapi juga dampak negatif. Tayangan-tayangan televisi
yang kebanyakan sinetron menggunakan bahasa yang tidak sesuai. Bahasa-bahasa
yang digunakan kebanyakan bahasa keseharian masyarakat Jakarta yang merupakan
tempat pembuatan sinetron tersebut. Bahasa tersebut menyebar dan ditiru
masyarakat.
Kalangan Artis, terutama pemain
film, penyanyi, pembawa acara televisi apabila berbicara dalam suatu acara
televisi yang bersifat informal, mereka lebih senang menggunakan bahasa ‘gaul’
yang pada intinya dibangun dari bahasa Melayu Jakarta dan bahasa Indonesia.
Bahasa gaul ini memang tepat digunakan untuk situasi akrab, tetapi karena
bahasa itu digunakan di hadapan khalayak umum, maka ragam yang dipilih
semestinya sebuah ragam yang dapat diterima oleh masyarakat yang berlatar
belakang kebahasaan berbeda. Bahasa Indonesia ragam umum merupakan sebuah ragam
yang menjadi milik bersama. Apabila ragam ini digunakan untuk pembicaraan di
depan umum, maka semua lapisan masyarakat menjadi bagian di dalamnya.
Dalam pergaulan yang bersifat
lokal, nasional, internasional selalu ada kesantunan berbahasa. Bahasa akrab
selalu digunakan untuk mermbangun hubungan akrab antara pembicara dan lawan
bicara dalam lingkungan terbatas, sementara bahasa sopan selalu digunakan oleh
seorang pembicara kepada khalayak untuk saling menghormati.
PENUTUP
Penggunaan bahasa Indonesia di
kalangan pejabat negara banyak mengalami penyimpangan. Penyimpangan bahasa
Indonesia di kalangan pejabat bisa dijumpai pada masa orde baru. Kekacauan
struktur bahasa tersebut dapat dilihat pada pengucapan sufiks -kan menjadi -ken,
misalnya melaksanakan menjadi melaksanaken. Penggunaan kata daripada dalam masa
orde baru menjadi sangat luas karena para pejabat merasa perlu meniru kesalahan
yang dilakukan oleh Presiden Soeharto ketika dia berbicara bebas tanpa teks.
Para pemerhati bahasa Indonesia mengimbau pejabat negara untuk memberikan
contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya dalam forum
resmi kenegaraan. Bahasa Indonesia di kalangan Artis juga banyak mengalami
penyimpangan. Bahasa yang digunakan dalam dunia pertelevisian banyak mengalami
penyimpangan. Tayangan-tayangan televisi yang kebanyakan sinetron membawa
dampak negatif karena bahasa yang digunakan tidak sesuai dan bahasa tersebut
ditiru oleh masyarakat luas.
Demikian
makalah ini kami buat, dan tentunya masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan
saran serta masukkan sangatlah kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Widjojo, Muridan S. dan Mashudi
Noorsalim. 2004. Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasiswa. Jakarta: LIPI
Press.
_____, 2011. Bahasa
Indonesia pada Anak Muda Zaman Sekarang .
http://salmanalfaridzi.ngeblogs.com/category/portofolio/bahasa-indonesia/. 4
Desember 2011. 21.34 WITA.
Redaksi. 2006. Pejabat Publik,
Media Publik dan Bahasa Indonesia.
http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=SuratPembaca&id=1
26321. 4 Desember 2011. 21.40 WITA.
No comments:
Post a Comment