BAB I
PENDHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
kehidupan umat islam masyarakat meyakini dan mengetahui bahwa shalat merupakan
perintah yang harus di lakukan atau di anjurkan oleh ummat islam itu sendiri.
Didalam pelaksanaan sjolat ada beberapa hal yang harus di lakukan seseorang
yang hendak melaksanakan sholat seperti mempunyai wudu’ suci tempatnya atau
pekayannya karna kedua hal tersebuit merupakan salah satu dari syarat shalat
sehingga ketika seseorang melakukan shalat dan keduanya ditinggalkan maka hal
tersebut dapat membatalkan shalat seseorang karena ketika salah syarat shahnya
shalat di tinggalkan maka secara langsung shalatnya itu tidak di terima oleh
Tuhan, baik itu shalat yang wajib ataupun shalat sunnah, yang keduanya itu
pernah di lakukan/dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga sampai sekarang
hal itu dilakukan secara berkesinambungan.
Shalat
merupakan salah satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya,
maka dari itu ketika kita melakukan atau melaksanakan shalat kita di anjurkan
untuk khususk dalam shalat yang dia lakukan supaya shalat tersebut bisa di
terima oleh tuhan Yang Maha Esa, selain dari itu shalat memiliki berbagai macam
keistimewaan.
Didalam
pelaksanaan shalat Allah tidak memberatkan ummatnya, artinya shalat dapat di
tinggalkan ketika seseorang ersebut mempunyai halangan seperti haid bagi wanita
dan masih banyak contoh yang lain, dan Allah juga memberikan keringanan
terhadap pelaksanaan shalat seperti memperpendek sholat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengertian shalat ?
2.
Sunnah apa saja yang harus dilakukan sebelaum
melakukan shalat?
3.
Ada berapakah syarat wajib dan syarat apa sajakah
yang harus di lakukan untuk shahnya shalat?
4.
Shalat apa sajakah yang wajib di kerjakan ?
5.
Bagaimana struktur shalat Nabi Muhammad SAW?
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah
Fiqih Ibadah yang dibina oleh Ibu Lathifani Wardah Shomita, S.Th.I. sehingga
dengan penulisan makalah ini kami lebih mengetahui sejauh mana kemampuan kami
dalam menyerap Mata Kuliah Fiqih Ibadah yg sedang kami tempuh selama ini.
Dengan harapan apabila ada kekurangan dalampenulisan Makalah ini atau kekurang
fahaman kami di dalam belajar Fiqih Ibadah, ada masukan dari teman-teman
Mahasiswa / mahasiswi terlebih dari Dosen Pembimbing kami. Agar kedepanya kami
lebih bisa belajar serta mengamalkan Ajaran-ajaran Allah yang diturunkan
melalui Nabi Muhammad S.A,W. Dengan baik dan benar
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Shalat
Asal
makna shalat menurut bahasa arab ialah ”Doa” tetapi yang di maksud di sini
ialah shalat yang tersusun dari beberapa pekerjaan dan perbuatan itu yang
dimulai dengan takbir dan di sudahi dengan salam yang hal itu harus memenuhi
beberapa syarat yang ditentukan. Allah berfirman dalam surat At-Ankabut ayat
4.5.
واقم
الصلاة ان الصلاة تنهى عن الفحساء والمنكر (العنكبوت)
Dan dirikanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar.
Sedangkan
menurut Hasbi Ash Shiddieqy menegaskan bahwa pengertian shalat adalah doa
memohon kebajikan dan pujian. Sehingga jika ada kata-kata yang berbunyi ”shalat
Allah SWT kepada Nabinya” artinya pujian Allah SWT kepada Nabinya, pengertian
ini di fahami oleh orang Arab sebelum islam yang hal itu berada di dalam
Al-Qur’an (Q.S. 9:103).
B. Yang Sunnat Dilakukan Sebelum Shalat
Adapun
yang sunah dilakukan ketika seseorang tersebut hendak melakukan atau
melaksanakan shalat ialah ketika waktu sampai pada waktunya yang biasanya di
tandai dengan kumandang adzan, maka seorang hamba wajib melaksanakan shlat tersebut.
Adzan
memiliki arti ”memberitahukan” yang dimaksud disini ialah ”memberitahukan bahwa
waktu shalat telah tiba dengan lafaz yang ditentukan oleh syarat”. Dalam lafaz
adzan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting, yaitu
sebagai akidah, seperti adanya Allah yang Maha Besar bersifat Esa, tidak ada
sekutu bagi0Nya; serta menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan allah yang
cerdik dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi
bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita diajak
menanti perintahnya, yakni mengerjakan shalat, kemudian diajaknya pula pada
kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya disudahi dengan kalimat tauhid.
Adzan
dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan menyerukan
untuk melakukan shalat berjamaah. Selain itu untuk mensy iar agama islam di
muka umum. Allah telah berfirman dalam surat Al-Jumuah ayat 9 sebagai berikut :
يايها الذين امنوا اذانودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعواالى
ذكرالله وذروا البيع ذلكم خير لكم ان كنتم تعلمون (الجمعة)
”Hai orang-orang
yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat) dan tingglkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Al-Jumu’ah).
C. Syarat Wajib Shalat dan Syarat Shah Shalat
1.
Syarat Wajib Shalat
Kewajiban shalat itu dibebankan
atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu, islam, balig, berakal, dan suci.
Orang kafir tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat, sebagaimana
ditunjukkan
oleh ayat :
”Apakah yang memasukkan kamu ke dalam saqar (neraka)?”
Mereka menjawab: ”Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan
shalat”.
(Al-Muddatstsir/74: 42-43).
Akan tetapi, mereka tidak dituntut
melakukannya sebab shalat itu tidak sah dilakukan oleh kafir. Jika seorang
kafir masuk islam, kewajiban shalat sebelumnya menjadi gugur dan ias tidak
dituntut mengqada’ shalat msa kafirnya.
Orang murtad, jika masuk islam
kembali, wajib mengqada’ shalat yang tinggal selama murtadnya, sebab kewajiban
shalat itu tidak gugur oleh kemurtadannya.
Anak-anak dan orang yang hilang
akal karena gila atau sakit, tidak wajib melakukan shalat berdasarkan sabda
Rasulullah saw :
رفع القلم عن ثلاث عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى
يحتلم وعن المجنون حتى يعقل
Diangkat qalam
dari tiga orang; orang tidur sampai terjaga, anak-anak sampai dewasa, dan ornga
gila sampai ia sadar kembali. (HR. Abu Daud dan Tirmidiy).
Orang
yang sedang haid atau nifas tidak wajib shlat, bahkan tidak sah melakukannya
sesuai dengan hadis ”A’isyah;
كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فنؤمر
بقضاء الصوم ولانؤمر بقضاءالصلاة
Kami haid, di
sisi Rasulullah saw., kemudian suci kembali, lalu kami disuruhnya mengqada’
puasa dan tidak disuruh mengqada’ shalat.
Jika
orang yang memenuhi persyaratan ini tidak melakukan shalat, karena tidak mengakui
kewajibannya, maka dengan demikian ia telah menjadi kafir dan wajib dihukum
bunuh sebagai orang murtad. Sedangkan orang yang tetap mengakuinya sebagai
kewajiban, tetapi tidak melakukan karena malas atau alasan lainnya, para ulama
berbeda pendapat tentang hukumannya.
Ahmad ibn
Hanbal, Ishaq, dan Ibn Al-Mubarak berpendapat bahwa orang tersebut telah
menjadi kafir dan wajib dibunuh sebagai orang kafir. Malik, Abu Hanifah, dan
Syafi’i, berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap sebagai orang muslim, tetapi
ia berdosa besar, dan wjib di hukum bunuh. Berbeda denganpendapat yang pertama,
hukuman ini dipandang sebagai had atas kesalahannya meningglkan shalat.
Menurut Ahl Al-Zair, orang yang meninggalkan shalat dikenakan hukuman
ta’zir,yakni dipenjarakan sampai ia melakukan shalat.
2.
Syarat
Shah Shalat
Shalat
dianggap sah menurut syara’ apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan
tertentu yaitu :
a. Suci
badan dari hadats dan najis
Dalam hal
ini sebelum melakukan shalat seseorang harus bersuci dari hadats besar maupun
kecil, dengan mandi, wudhu’, atau tayammum sesuai dengan keadaannya
masing-masing. Keharusan bersuci ini didasarkan atas beberapa dalil ayat
Al-Qur’an yang tertera dalam syrat Al-Maidah ayat 5:6 yang artinya :
Hai orang-orang
yang beriman, pabila kamu hendak mengerjakan shalat, mka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,.........(Al-Maidah/5:
6).
Jika
seseorang melakukan shalat tanpa bersuci dari hadats, baik dengan sengaja
maupun terlupa, maka shalatnya menjadi batal sebab syarat-syarat tidak
terpenuhi lagi.
Selain
suci dari hadats juga disyaratkan suci badan, pekaian dan tempat shalat dari
najis berdasarkan beberapa dalil sebagai berikut : Ayat Al-Qur’an :
وثيابك فطهر
Dan pakaianmu
bersihkanlah (Al-Muddatstsir/ 74:4).
Hadits :
اذا اقبلت الحيضة فدعى الصلاة واذا ادبرت
فاغتلي وصلى
Apabila datang
haid maka tinggalkanlah shalat, dan apabila hid itu telah pergi mka basuhlah
darah itu darimu dan shalatlah.
Ayat dan
hadits ini menunjukkan keharusan menyucikan badan dari najis, sedangkan
keharusan kesucian pakaian diambil dari perintah Rasul saw. Untuk mencuci
pakaian yang terkena darah haid.
b. Menutup Aurat Dengan Pakaian yang
Bersih
Menurut
lughat, aurat berarti kekurangan, cacat, dan sesuatu yang memalukan. Menutup
aurat itu wajib dalam segala hal, di dalam dan di luar shalat.
Kewajiban
menutup aurat di dalam shalat termasuk hal yang disepakati (ijma’) ulama’, dan
juga didasarkan pada hadits Rasul saw .: yang artinya :
Allah tidak
menerima shalat perempuan yng telah dewasa kecuali dengan memakai khimar,
kerudung. (HR. Tirmiziy).
Bahan
penutup aurat itu mestilah cukup tebal dan rapat sehingga dapat menutupi warna
kulit dari pandangan.
Orang
yang benar-benar tidak mendapatkan pakaian untuk menutup auratnya dibolehkan
shalat dalam keadaan telanjang; shalatnya sah dan tidak mesti diulang lagi.
Adapun
batas-batas aurat yang wajib ditutupi itu, bagi laki-laki ialah pusat dengan
lutut, sedangkan bagi perempuan iaolah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua
telapak tangannya.
Menurut
Ahmad ibn Hanbal, aurat laki-laki hanyalah qubul dan duburnya, tetapi seluruh
tubuh perempuan adalah aurat, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu
Hanifah, telapak kaki perempuan tidak termasuk aurat.
c. Mengetahui Waktu Shalat
Persyaratan
ini harus terpenuhi dengan benar-benar mengetahui masuknya waktu berdasarkan
tanda-tanda seperti yang telah dijelaskan terdahulu, atau melalui ijtihad.
Ijtihad yang dimaksudnkan dapat berupa perkiraan waktu berdasarkan kegiatan
tertentu, seperti membaca wirid atau pelajaran, menulis, menjahit, atau
pekerjan lainnya. Dapat juga dengan memperhatikan tanda-tanda lain seperti
kokok ayam, suara azan, posisi bintang-bintang, perhitungan waktu shalat dengan
menggunakan rumus-rumus ilmu falak dan sebagainya. Orang yang tidak sanggup
berijtihad karena tidak mengetahui tanda-tanda terkait dapat bertaqlid
mengikutu ijtihad orang lain.
d. Menghadap
Kiblat
Para
ulama telah ijma’ mengatakan bahwa tidak sah shalat tanpa menghadap qiblat.
Orang yang melakukan shalat harus menghdap dadanya ke qiblat. Yang hal ini
tertera dalam nas Al-Qur’an yang berbunyi :
Palingkanlah
wajahmu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu
kearah qiblat. (Al-Baqarah/2: 144).
D. Shalat yang Wajib di Lakukan Oleh Mukalaf
Shalat
yang wajib bagi tiap-tiap dewasa (mukallaf) yang berakal sehat ialah lima kali
sehari semalam, yakni shalat dhuhur, ashar, mghrib, isya’ dan subuh yang hal
ini berkumpul semuanya sebagai kesatuan hanya pada ajaran dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. Dan kefardhoan shalat yang lima wktu itu di turunkan malam isro’
malam 27 buln rajab tahun 3 bulan terhitung semenjak Muhammad diangkat menjadi
Rasul.
E. Struktural Shalat Nabi
Berangkat dari sebuah hadits yang
berbunyi :
صلواكمارايتموانى اصلى
Yang mempunyai arti “Shalatlah sebagaimana kamu
melihat aku shalat“.
Hadits
tersebut mencerminkan, beliau sangat khawatir, kepada umatnya, tidak lagi mampu
melakukan shalat sebagaimana pernah dikerjakannya, tentu beliau dalam melakukan
shalat tidak saja sekedar jungkar-jungkir tanpa mempunyai makna yang dalam bagi
kahidupannya, sehingga secara teori dengan gamblang diterangkan bahwa shalat
adalah ibadah yang utama dan sebagai penentu seluruh amalan lainnya.
Agar
tingkat kekhawatiran Rasulullah saw tidak menjadi kenyataan, dibawah ini
diterangkan bagaimana shalat pernah dilakukan beliau secaa utuh dan bernilai
bagi kehidupan.
Pertama, shjalat
berbentuk struktural, yaitu shalat wajib yang dilakukan lima kali sehari
semalam, yaitu subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya’ yang dimulai dari takbir
dan diakhiri dengan salam. Adapun di luar itu bersifat sunnah, baik yang muakkat
maupun yang sunnah biasa.pembahasan disini dikhususkan pada masalah shalat
wajib, dan dampak siklus rutinitas sehari-hari, sehingga terbentuk kehidupan
manusia proaktif dan berkembang secara dinamis menuju kehidupan yag lebih baik.
Shalat
struktural merupakan bentuk shalat vertikal, yaitu hablum minallah
(hubungan manusia dengan Tuhan Allah swt). Sedangkan shalat struktural ada tiga
pokok utama sebagai satu paket yang harus dilakukan secara utuh, yaitu : Wudhu,
shalat dan do’a.
a.
Wudhu
Wudhu
menurut bahasa indonesia, mensucikan diri sebelum shlat dengan membasuh muka,
tangan, sebagian kepala dan kaki. Sedangkan menurut bahasa Arab, berasal dari
kata wadhua-wudhuuan, yang berarti bersih. Jadi wudhu adalah bersuci
atau membersihkan anggota badan sesuai dengan syari’ah islam yang telah
ditentukan.
Pelaksanaan
wudhu dilakukan atas dasar perintah Allah swt:’ Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata
kaki dan jika kamu junub, maka mandilah dan jika kamu sakit atai dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus/WC) atau menyentuh
perempuan, lalu jika kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak akan
menyulitkan kamu tetapi dia hendak memberishkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu supaya kamu bersyukur“.
b.
Shalat
Shalat struktural yang pernah
dilakukan Nabi sawdengan urutan sebagai berikut :
1. Takbir
Shalat
langsung diawali dengan takbir, sebab dasaat mau mengambil ir wudhu, otomatis
pada waktu itu niat shalat telah berlaku, sebab wudhu yang dilakukan memang
diperuntukkan niat untuk shalat. Setelah wudhu dengan sempurna, langsung
berdiri menghadap ke kiblat dan takbir.
2. Iftitah
Setelah
takbir dengan sempurna dalam posisi sendekap, langsung membaca do’ iftitah. Do’a
ini banyak jenisnya, sebab Nabi saw pernah melakukan berbagai macam. Pelaku
shalat dapat memilih slah satu diantara yang ada, sesuai dengan kelonggaran
waktu yang dimiliki, apabila waktunya panjang, dapat memilih yang panjang dan
sebaliknya jika waktunya sempit, boleh memilih yang pendek.
3. Membaca
Al-Fatihah dan Salah Satu Surat Al-Qur’an
Setelah
selesai membaca do’a iftitah, langsung membaca al-fatihah dan posisi gerakannya
tetap seperti disaat iftitah. Membaca al-fatihah ini mutlak, sebagaimana sabda
Nabi saw :
عن عبادة بن الصامت قال, قال رسول الله صلعم لا صلاة لمن لم
يقرأ بأم القران
Dari ‘Ubadah bin
Shamid, i berkata : Telah bersabda Rasulullah saw.: Tidak ada shlat (tidak
syah) bagi orang yang tidak membaca ummul Qur’an (Al-Fatihah) (HR. Bukhari
Muslim).
Setelah
selesai membaca Al-Fatihah, langsung membaca salah satu surat atau ayat
Al-Qur’an dan posisi gerakannya sama (sendekap) sebagaimana disaat membaca
Al-Fatihah. Usahakan memilih surat atau ayat yang difahami maknanya agar dapat
menjiwai disaat membaca, adapun panjang pendek surat (ayat) disesuaikan dengan
kelonggaran waktu.
4. Ruku’
Setelah
selesai membaca salah satu surat (ayat), lalu takbir “Allahu Akbar”, dan
langsung badan membungkuk hingga kedua tangan diletakkan pada kedua lutut kaki.
Adapun bacan yang pernah dilakukan Rasulullah saw juga banyak jenisnya,
dibolehkan memilih salah satu, sesuai kelonggaran waktu. Do’a tersebut sebagai
berikut :
a. Do’a ruku’ yang pernah dibaca
Rasulullah saw :
سبحان ربي العظيم
Maha suci Tuhanku, tuhan yang Maha Besar (HR. Muslim dan Ashabus
Sunan).
Rasulullah
saw, kadang-kadang berlama-lama ruku’ membaca do’a sepuluh kali tsbih ini,
kadang lebih dari itu dan sekurang-kurangnya 3 kali, sebab kalau ada keperluan beliau
menyegerakan shalatnya.
5. I’tidal
Setelah
ruku’ dilakukan dengan sempurna, lalu bangun sambil mengangkat tangan
sebagaimana cara bertakbir, kemudian tangan lurus dengan badan dan bacaannya
sebagai berikut :
سمع الله لمن حمده
Mudah-mudahan Allah mendengar pujian orang-orang yang
memuji-mujinya (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abi Daud dari Ali ra).
6. Sujud
Setelah
membaca do’a I’tidal langsung bersujud dengan cara meletakkan kedua lututnya
terlebih dulu ke depan, kemudian baru meletakkan kedua tangannya di samping
kiri-kanan kepala dan jari-jari tangan rapat sama dengan di saat takbir.
7. Duduk di
antara dua sujud
Setelah
sujud selesai dengan sempurna, lalu duduk iftirasy dengan cara
melipatkan kaki kiri dan meletakkan punggung (pantat) atasnya serta menegakan
kaki kanan serta menghadapkan ujung-ujung anak jari ke kiblat.
8. Duduk
takhiyat atau tasyahud
Setelah
selesai semua prosesi rakaat pertama dan kedua, langsung duduk takhiyat atau
tasyahud dengan cara kaki kiti diletakkan di bawah kaki kanan, sebagaimana
posisi duduk diantara dua sujud dan ia genggam tangannya dengan isyarat
telunjuknya.
9. Salam
(takhiat akhir)
Selesai tasyahud akhir
langsung salam, dengan cara menoleh kekanan dan kekiri sambil membaca :
السلام عليكم ورحمة الله
c.
Do’a
Adapun
do’a yang sering Rasulullah baca ketika selesai shalat ialah sebagai berikut :
لا اله الاالله واحده لاشريك له, له الملك وله الحمد وهو
على كم شئ قدير, اللهم لا مانع أعطية ولا معطي لما منعت ولاينفع ذالجد اللهم انى
اعوذبك من البخل واعوذبك من الجبن واعوذ بك من ان ارد الى ارذل العمر واعوذبك من
فتنة الدنيا واعوذبك من عذاب القبر اللهم انت لسلام ومنك السلام بتاركت ربنا
ياذالجلال والاكرام
Setelah
slesai seluruh prosesi shalat yang mulai dari takbir hingga salam, kemudian
membaca do’a-do’a sesuai dengan contoh Rasulullah saw atau dapat juga ditambah
asalkan riwatnya sah. Do’a sesuadah shalat yang pernah dilakukan Rasulullah
saw,:
„Tidak ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tiada sekutu baginya,
kepunyaan-Nyalah sekalian kerajaan dan bagi-Nyalah sekalian pujian dan ia di
atas sesuatu amat berkuasa. Wahai Tuhan yang tidak ada yang bisa menghlangi apa
yang engkau beri dan tidak ada yang bisa menarik manfaat dari padamu untuk si
kaya“ (HR. Muttafaqun’Alaih). “Wahai Tuhanku, aku berlindung
kepadamu dari pada kebakhilan dan aku berlindung kepadamu dari pada ketakuta,
dan aku berlindung dari padamu daripada umur yang pikun dan aku berlindung
kepadamu daripada percobaan hidup dan aku berlindung kepadamu dari azab kubur“
(HR. Bukhari). “Wahai Tuhan, tolonglah aku untuk dapat mengingatmu dan
berterima kasih kepadamu dan beribadah yang baik kepadamu“ (HR. Abu Daud,
Ahmad dan An-Nasa’i).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan-pembahasan di atas dapat kami simpulkan beberapa hal sebagai berikut
:
v Shalat ialah ibadah yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuataan yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan
salam.
v Azan merupakan sebuah pemberitauan terhadap orang
muslim untuk melaksanakan perintah Allah, yakni shalat yang hal itu merupakan
sebuah kesunnahan sebelum melaksanakan shalat.
v Shalt merupakan suatu kewajiban bagi ummat islam,
akan tetapi ketika seseorang hendak melksanakan shalat ada beberapa hal yang
harus di penuhi dalam pelaksanaan shalat tersebu yakni, islm, baligh, dan suci
ketika empat syarat tersebut tidak tepenuhi kma gugurlah shalat seseorang itu.
v Shalat merupakan salah satu interaksi antara Tuhan
dengan hambanya, kan tetapi shalat di anggap sah ketika terpenuhi syarat shah
shalat, yang di antaranya ialah suci bdan, dari hadats dan najis.
v Shlat yang wajib di wajibkan oleh tiap mukallaf
ialah dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.
v Shalat struktural merupakan bentuk shlat vertikal,
yaitu hablum minallah sedangkan shalat struktural ada tiga pokok utama sebagai
satu paket yang harus dilakukan secara utuh yaitu, wudhu’, shalat dan do’a.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid Sulaiman, Fiqih
Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994).
Nasution Lahmuddin, Fiqih
Ibadah (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999).
As’ad Aliy, Fathul
Mu’in (Kudus : Menara Kudus, 1979 M).
Abdul Karim Nafsin, Menggugat
Orang Shalat Antara Konsep dan Realita (Mojokerto : C Al-Himah, 2005).